Presiden Donald Trump memicu kontroversi global setelah ia secara resmi menandatangani kebijakan pelarangan masuk bagi warga dari 12 negara ke Amerika Serikat. Kebijakan ini menuai reaksi keras dari berbagai kalangan, baik di dalam negeri maupun di komunitas internasional, karena dinilai bersifat diskriminatif dan melanggar prinsip hak asasi manusia.
Trump mengklaim bahwa larangan ini bertujuan untuk melindungi keamanan nasional dan mencegah masuknya individu yang dianggap berisiko terhadap stabilitas negara. Ia menegaskan bahwa pemerintah memiliki hak penuh untuk mengatur siapa yang boleh masuk ke wilayah AS.
Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) segera menindaklanjuti kebijakan ini dengan memperketat proses imigrasi di seluruh bandara dan pos perbatasan. Petugas imigrasi mulai menolak visa dan menahan warga dari negara-negara yang tercantum dalam daftar larangan, termasuk beberapa negara mayoritas Muslim.
Para aktivis hak asasi manusia, pengacara imigrasi, dan kelompok sipil langsung turun tangan. Mereka menggelar aksi protes di berbagai kota besar seperti New York, Los Angeles, dan Washington D.C., serta mengajukan gugatan hukum untuk membatalkan kebijakan tersebut. Mereka menilai kebijakan ini tidak hanya melanggar nilai-nilai demokrasi, tetapi juga memisahkan keluarga dan menghambat mobilitas pelajar serta tenaga kerja.
Beberapa negara yang terdampak pun memanggil duta besar AS dan menyampaikan keberatan resmi. Mereka meminta pemerintah Trump untuk link medusa88 mencabut larangan tersebut dan membuka kembali jalur komunikasi diplomatik.
Meski mendapat tekanan, Trump tetap mempertahankan kebijakan ini sebagai langkah tegas menjaga keamanan. Ia menolak kritik dan menyebut kebijakan tersebut sebagai bentuk keberanian politik untuk melindungi rakyat Amerika dari ancaman global.